Arsip Blog

Kesalahan Tatabahasa yang Luarbiasa dalam Qur’an

Kesalahan Tatabahasa yang Luarbiasa dalam Qur’an
Oleh Mumin Salih
26 Sep, 2008

Menteri Propaganda Nazi di bawah pimpinan Hitler yang bernama Joseph Goebbels pernah berkata:
“Suatu kebohongan, jika dinyatakan berulang-kali, akhirnya akan dipercayai sebagai kebenaran.”
Dia juga menyatakan bahwa semakin besar bohongnya, semakin mudah pula orang percaya akan kebohongan itu. Umat Muslim membuktikan kebenaran teori tentang kebohongan ini, dengan hasil yang cukup baik, bahkan berabad-abad sebelum menteri Nazi Hitler mengungkapkannya.

Salah satu kebohongan Islam yang besar adalah pernyataan bahwa Qur’an mengandung tatabahasa yang superior. Muslim percaya sekali akan kebohongan ini meskipun setiap Sura dalam Qur’an mengandung cukup banyak berbagai kesalahan yang akan membuat buku apapun tidak layak untuk diterbitkan. Selain kesalahan puluhan tatabahasa, Qur’an juga sangat kacau dan tidak jelas dalam menyampaikan pesan pada para pembaca.

Quran dan Tatabahasa Arab

Aku telah mengikuti beberapa debat2 di Internet tentang kesalahan tatabahasa Arab di Qur’an. Aku kaget tatkala mengetahui banyak orang Arab yang percaya bahwa aturan tatabahasa Arab itu berdasarkan pada Qur’an. Pengertian salah inilah yang mereka gunakan untuk membenarkan kesalahan tatabahasa Qur’an yang sangat jelas. Bahasa Arab memiliki tatabahasa dan aturannya sendiri, jauh sebelum Islam ada. Karena itulah saat ini kita punya literatur Arab pra-Islam yang masih dianggap sebagai salah satu literatur terbaik yang dimiliki masyarakat Arab. Kenyataan bahwa aturan tatabahasa Arab disusun dalam buku2 beberapa puluh tahun setelah kematian Muhammad bukanlah merupakan bukti bahwa tatabahasa Arab itu tidak ada sebelum jaman Islam. Semua puisi2 dan literatur Arab pra-Islam mengikuti aturan tatabahasa yang telah disepakati, meskpun belum tertulis. Saat itu, kebiasaan menulis merupakan kebiasaan baru di Arabia, dan buku2 formal belum banyak dibuat. Bahkan Qur’an pun baru disusun menjadi satu buku beberapa dekade setelah Muhammad meninggal.

Umumnya orang2 menyetujui bahwa Sibawayh (760-793) adalah orang pertama yang menyusun aturan tatabahasa Arab dalam satu buku, dan ini diterbitkan lama setelah kematian Muhammad. Buku2 lain yang dikarang penulis2 lain, kemudian mulai terbit pula. Para ahli bahasa Arab hanya berpedoman pada puisi dan literatur pra-Islam dan juga Qur’an untuk mengetahui aturan tatabahasa yang secara tradisional diterapkan di Arabia. Akan tetapi, tatabahasa dalam Qur’an menjadi dilema bagi para ahli tersebut, karena meskipun tulisan2 Qur’an umumnya mengikuti aturan tatabahasa yang benar, tapi seringkali keluar dari aturan tersebut. Para ahli menghadapi pilihan yang sukar karena Qur’an dianggap sebagai kata2 Allâh SWT yang sempurna tanpa salah, tapi kenyataannya kok banyak salahnya? Karena itu, akhirnya mereka mengambil keputusan bahwa Qur’an adalah pengecualian saja.

Tiada buku lain yang mendapat status khusus pengecualian itu selain Qur’an. Pokoknya semua kesalahan tatabahasa Qur’an dimaafkan saja. Dengan pemikiran yang diputarbalik seperti itu, tentunya pembaca Qur’an berharap tidak akan lagi menghadapi kesalahan tatabahasa lagi yang jadi masalah, tapi ternyata tidak begitu. Qur’an masih saja mengandung kesalahan serius yang tidak dapat diterima, tidak peduli bagaiamanapun caranya para ahli menjungkirbalikkan aturan. Dengan kata lain, sebagian dari Qur’an isinya salah, berdasarkan penjelasan dari bagian Qur’an yang lain!

Terdapat puluhan kesalahan tatabahasa dalam Qur’an, tapi tidak mudah untuk menerangkan hal ini dalam bahasa Indonesia karena bahasa Arab sangat berbeda dengan bahasa Indonesia. Untungnya, aku mendapatkan dua contoh ayat Qur’an yang kuharap mudah dijelaskan pada para pembaca yang tak mengerti bahasa Arab.

Read the rest of this entry